Pengaruh Cara Pengeringan dan Teknik Ekstraksi Terhadap Kualitas Simplisia dan Ekstrak Meniran
DOI:
https://doi.org/10.25181/prosemnas.v0i0.432Abstract
Mutu simplisia dipengaruhi oleh kadar air, warna dan aroma. Simplisia dapat diolah lebih lanjut menjadi ekstrak. Mutu ekstrak dipengaruhi oleh mutu simplisia dan teknik ekstraksi. Proses pengeringan merupakan salah satu faktor penentu kualitas simplisia. Tujuan penelitian untuk mendapatkan cara pengeringan dan ekstraksi untuk menghasilkan simplisia dan ekstrak meniran terstandar. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Pengujian Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat, Bogor. Penelitian terdiri dari dua sub kegiatan (1)cara pengeringan simplisia meniran dan (2) Proses ekstraksi meniran. Pengeringan meniran terdiri dari tiga cara, (1) matahari (2) matahari ditutup dengan kain hitam (3) alat pengering (blower). Parameter pengamatan: : kadar air, rendemen simplisia, kadar abu, kadar abu tak larut asam, kadar sari air, kadar sari alkohol, kadar tanin, kadar flavonoid dan unsur mineral. Sedangkan proses ekstraksi terdiri dari dua faktor yaitu (1) kehalusan partikel bahan terdiri atas 20, 40 dan 60 mesh, dan (2) lama ekstraksi yaitu 2, 4, dan 6 jam. Parameter pengamatan: rendemen, kadar tanin dan kadar flavonoid ekstrak. Penelitian menggunakan Rancangan Acak Lengkap Faktorial dengan tiga ulangan. Hasil penelitian menunjukkan, cara pengeringan tidak berpengaruh nyata terhadap mutu simplisia meniran. Rendemen simplisia berkisar antara 20,12-20,92%, kadar tanin 3,97-4,97%, dan kadar flavonoid 0,33-0,47%. Hasil sidik ragam menunjukkan ukuran partikel bahan berpengaruh nyata terhadap rendemen, kadar flavonoid dan tanin ekstrak meniran, sedangkan lama ekstraksi tidak berpengaruh. Ukuran partikel bahan yang optimal adalah 60 mesh untuk rendemen dan kadar flvonoid dan 20 mesh untuk tannin. Kata Kunci : Philanthus niruri L, pengeringan, simplisia, ekstraksi, tannin, flavonoidDownloads
References
Hernani, Tri M. dan Christina W. 2007. Pemilihan pelarut pada pemurnian ekstrak lengkuas
(Alpinia galanga) secara ekstraksi. Jurnal Penelitian Pascapanen Pertanian. Vol.4 No.1.
Hal. 1-8.
Ma’at, S. 2001. Manfaat Tanaman Obat Asli Indonesia Bagi Kesehatan. Prosiding Forum
Koordinasi Kelembagaan Produksi Aneka Tanaman. Jakarta 13-16 November 2001.
Sinambela, J.M. 2003. Standarisasi sediaan obat herba. Prosiding Seminar dan Pameran Nasional
Tumbuhan Obat Indonesia XXIII. Fakultas Farmasi Universitas Pancasila, Jakarta.
Halaman 36-43.
Spelman, K., Burns, J.J., Nichols, D., Winters, N., Ottersberg, S. and Tenborg, M. 2006.
Modulation of cytokine expression by tradisional medicines: a review of herbal
immunomodulators. Alternative Medicine Review (11): 128-146.
Sukrasno. 2003. Pengeringan bahan sebagai metode untuk memperoleh ekstrak kering ideal.
Metode analisis parameter kualitas obat tradisional dan ekstrak herbal. Departemen
Farmakognosi Fitokimia, ITB Bandung. 16 halaman.
Sutjipto, Awal PKD, Katno. 2006. Penetapan kadar flavonoid total daun dan daging buah mahkota
dewa (Phaleria macrocarpa S.). Prosiding Seminar Nasional Tumbuhan Obat Indonesia
XXIX. Hal. 378-383.
Suwijiyo Pramono. 2005. Penanganan pasca panen dan pengaruhnya terhadap efek terapi obat
alam. Seminar Pokjanas TOI XXVIII.Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat. Bogor.
Hal.1-6.
Trihono. 2011. Regulasi penggunaan jamu untuk terapi kedokteran modern. Prosiding
Simposium Penelitian Bahan Obat Alami XV di Solo, 9-10 November 2011.